Saudaraku… lapangkanlah waktu untuk selalu bermuhasabah (Introspeksi diri) walau sejenak, kapan dan dimana pun jiwamu berada dan alangkah baiknya kalau engkau seorang diri saja. Dengan bemuhasabah kesombongan dan keangkuhan diri akan terkikis sedikit demi sedikit. Kekurangan dan kesalahanmu setiap harinya semakin dapat kau deteksi. Potensi dan kelebihan yang terpendam dalam jiwamu pun akan tampak. Lebih dari itu, hati dan pikiranmu yang tadinya keruh akan jernih kembali. Karena itulah aku minta padamu untuk bermuhasabah.
Saudaraku…, tariklah nafasmu secara perlahan dan hembuskanlah secara perlahan pula. Bila engkau tidak keberatan… bila engkau tidak keberatan kuminta padamu ulangilah sampai tiga kali. Sekarang mulailah hadirkan hati dan pikiranmu yang mungkin sedari tadi menerawang ke alam yang engkau sendiri tidak tahu di mana, ke alam sadaramu guna melihat seberapa jauh dan seberapa besar eksistensi dirimu. Sekarang, anggaplah dirimu berada di bawah pohon yang besar dan rindang. Kesejukan menyapa kulitmu dan engkau tampak bahagia disana , yah..engkau tampak bahagia. Aku tahu dari semburat wajahmu yang menyiratkan hal itu dan bibirmu yang mengukir senyum gembira. Dibawah dedaunan yang bergoyang ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang karena hembusan angin sepoi-sepoi, membuat jiwamu seakan hanyut dalam perasaanmu itu. Perasaan yang membuatmu rindu akan suasana bahagia, cerah, ceria seperti halnya dedaunan yang engkau saksikan bergoyang dan menari-nari mengikuti irama angin yang bertiup. Dan engkau telah mendapatkannya. Belum lama engkau bersama perasaanmu itu, tiba-tiba rasa sedih, kecewa bahkan takut, menghapus semua itu. Semua kebaikan yang baru saja kau peroleh. Mau tau kenapa???!!!
Saudaraku…, tariklah nafasmu secara perlahan dan hembuskanlah secara perlahan pula. Bila engkau tidak keberatan… bila engkau tidak keberatan kuminta padamu ulangilah sampai tiga kali. Sekarang mulailah hadirkan hati dan pikiranmu yang mungkin sedari tadi menerawang ke alam yang engkau sendiri tidak tahu di mana, ke alam sadaramu guna melihat seberapa jauh dan seberapa besar eksistensi dirimu. Sekarang, anggaplah dirimu berada di bawah pohon yang besar dan rindang. Kesejukan menyapa kulitmu dan engkau tampak bahagia di
Ketika sepasang mata kasatmu, kau arahkan kebawah melihat ke tanah di sekitar pohon yang besar itu. Apa yang terlihat oleh inderamu yang lemah dan terbatas itu ???
Semoga dugaanku tidak salah, begitu banyak daun-daun yang engkau dapati berhamburan di atas tanah tanpa daya. Bukan hanya daun yang tua kering kuning kecoklatan, hijau tua atau muda bahkan daun yang masih belia pun terlihat di situ.
Saudaraku…, keceriaan, kegembiraan dan kebahagiaan daun-daun yang menari-nari itu andai engkau benar–benar merasakannya hanya sementara. Sekali lagi hanya sementara. Tidakkah daun-daun yang tergeletak di tanah itu menjadi bukti bahwa mereka semua berada dalam pengantrian menunggu giliran lepas dari ranting-ranting pohon, jatuh dan takkan pernah kembali lagi buat selamanya. Mereka adalah ibrah (pelajaran) yang diperlihatkan Allah, agar kita menyadari bahwa posisi hidup kita sekarang ini, di dunia ini dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun, entah bergerak atau tidak, diam berdiri atau duduk, berjalan atau pun berlari, atau apapun yang semisal dengan itu… dengan perasaan yang silih berganti kadang senang, sedih, bingung, kecewa, sehat atau sakit atau apapun perasaan yang kau rasakan… ‘kita’ –tidak ada alternative yang lain- hanya berada diantara kejaran malaikat maut yang akan memisahkan ruh dari jasadnya dan penantian pintu kubur yang takkan pernah bosan menunggu.
Saudaraku…, jangan pernah berpikir untuk mencari jalan menghindar apalagi lari darinya. Cepat atau lambat, disadari atau tidak, siap atau bahkan tidak siap sama sekali, kita pasti terjepit oleh keduanya, seperti halnya daun-daun itu antri berguguran. Tidak ada yang tahu kapan itu terjadi pada diri kita, dalam keadaan bagaimana kita saat itu, yang jelas kematian akan datang menjemput tanpa harus menanyakan persetujuanmu. Bukan maksud hati menakut-nakuti, hanya saja, teramat naïf kalau kesempatan hidup di dunia yang hanya sekali dan sementara ini membuat kita mengabaikan banyak hal terutama bekal ilmu, iman dan amal yang nantinya menyertai perjalanan selanjutnya. Ingatlah, bahagia tidaknya anda setelah kematian datang menyapa, sangat bergantung dengan posisi hidupmu sekarang ini.
Saudaraku…, sekarang arahkan langkahmu dan cobalah engkau beranjak ke tempat yang lain. Bila engkau berdiri di tempat pengantrian umum karena suatu keperluan dan giliranmu belum juga tiba sedangkan antrian di depanmu masih panjang. Maka sesuatu yang lain akan datang mengahampirimu…. Perasaan jenuh, bosan, atau dongkol bercampur lelah yang mungkin datang menghampirimu lalu menyatu dalam jiwamu walau engkau berusaha untuk tersenyum kepada siapa saja yang melihatmu. Jika benar demikian, maka pada antrian kematian pun berlaku walau tidak secara mutlak. Bila engkau merasa berumur panjang, atau malah engkau yang mengaharapkan hal itu, maka sesuatu yang tidak kau harapkan akan datang. Ia mendekat padamu walau engkau berusaha membuang tanda-tandanya. Ia menghampiri lalu melekat pada dirimu hingga tidak ada pilihan bagimu selain menerimanya dengan pasrah. Dan taukah anda ?? sesuatu itu adalah penyakit yang tidak akan pernah bisa diobati, dialah penyakit “ketuaan”.
Saudaraku…, saya berharap engkau pernah melihat walau tidak sering seorang bapak berusia lanjut dengan pakaian yang tidak terurus. Jalannya tertatih-tatih. Wajahnya sendu sangat sendu, menyiratkan kesedihan yang tidak kau rasakan. Tangan kanannya memegang plastic (tempat sabun), dengan harapan siapa saja yang melihatnya kiranya tersentuh dan terketuk hatinya untuk memasukkan uang seikhlasnya di dalam tempat tersebut. Kuterangkan hal ini padamu karena aku sering melihatnya di kampus tempat kita mendulang ilmu dan faedah. Bila engkau tidak pernah melihatnya, maka cobalah hadirkan wajah nenekmu, atau orang tuamu yang mungkin sudah berusia sangat lanjut. Alangkah baiknya bila engkau tidak sekedar membayangkan tapi segera bertemu mereka. Jangan engkau berpaling darinya, ambillah hikmah dari keberadaannya. Pandangilah ujung kaki hingga rambutnya walau untuk melakukan itu perlu sembunyi-sembunyi. Engkau akan mendapati kulit yang membungkus dagingnya tampak keriput padahal dulunya tidak demikian, tenaganya melemah jangankan untuk berjalan, bediri pun harus dengan susah payah. Lihatlah !, pakaian yang dipakai seadanya, tidak lagi tertarik pada mode. Raut wajahnya penuh kesedihan, giginya pun tanggal satu persatu dan rambut hitamnya yang dulu kini telah beruban. Itulah kenyataan yang terjadi…,
Selanjutnya tunjukkanlah baktimu sebagai anak pada mereka dan jangan pernah lupa untuk selalu tersenyum pada mereka. Senyum tulus yang engkau alamatkan pada mereka akan membuat mereka mengingat dan kembali membuka file-file kenangan masa lalu, masa sewaktu muda dulu seperti engkau sekarang ini. Dalam file itu berbaur kisah gembira dan bahagia, sedih dan pilu, kecewa dan tidak ketinggalan kisah berbau sesalan. Mereka akan terus mengingat file-file itu karena ter-save dalam computer hati yang akan terus tersimpan rapi bahkan kekal dalam diri mereka hingga ke liang lahad.
Saudaraku…, lantas bagaimana pula dengan kita sekarang ini ??? yang masih muda belia ini ???. pernahkah terlintas dalam pikiran kita untuk bertanya pada diri sendiri kenangan apa yang bakal terpahat di hati bila sudah tua kelak ??? (jangan sampai terjadi, sewaktu MABA imut-imut, giliran jadi senior eh.. malah amit-amit)
Cara apa yang bakal mewarnai perjuangan untuk mengisi masa muda kita ??? (Pastinya ga boleh sia-sialah di Dunia apa lagi di Akhirat)
Lantas… kearah mana energi muda yang melimpah ruah ini kita curahkan ?? (Kemana lagi kalau bukan untuk menggapai Ridho Allah, kan MUDA –Mantapkan Usaha Dakwah Agama-)
Saudaraku…, dalam diri harus tertanam tekad untuk menggunakan tenaga dan masa muda untuk kepentingan agama Allah Azza Wa jalla tentunya dengan selalu menuntut ilmu, beramal sesuai ilmu, dan mendakwahkan ilmu tersebut dan bersabar di dalamnya. Bila kemudian penyakit “ketuaan” datang kita tak perlu khawatir, takut apalagi sedih karena itu sudah sunnahtullah dan karena kita sudah mempersiapkan bekal buat menyambutnya yaitu “TUA” –Tingkatkan Usaha Agama-. Insya Allah kita akan terus seperti itu hingga kematian tidak datang melainkan dengan singgasana kemuliaan. Pintu kubur pun tak sabar memperlihatkan kenikmatan yang tak terkira di baliknya. Setelah melewatinya dan dinyatakan “Lulus” dari pertanyaan yang diujikan dua malaikat penanya, kubur akan meluas sejauh mata memandang dan kenikmatan pun akan tampak di sana . Sosok wajah tampan berseri-seri, pakaiannya bersih dan berdiri tidak jauh dari kita sembari tersenyum. Ia mendekat dan menyatakan kesediaannya untuk menemani kita di kubur. Kita pun akan tahu tentangnya setelah bertanya “Siapa anda ??!!” . Dialah energi yang tidak kita buang percuma. Dialah waktu yang kita habiskan untuk menuntut ilmu, beribadah dengan ilmu itu, mendakwahkan dan bersabar di dalamnya.
Saudaraku…, di Akhirat kelak kita akan ditanya oleh Allah “Untuk apa engkau habiskan umurmu dan digunakan untuk apa masa MUDA mu ???”
Dan Insya Allah pada hari itu kita akan memberi jawaban yang paling baik
“Ya Allah !, telah kuhabiskan umurku dalam ketaatan pada-Mu dan telah kugunakan masa MUDA ku untuk menegakkan agama-Mu di Kampus, dan di Bumi tempat di mana Engkau iznkan kakiku ini berpijak”.
“Optimislah!!!” karena optimis tidak pernah dan tidak akan pernah berkawan dengan rasa malas. Pandanglah dan temukan kebaikan yang tersembunyi dibalik semua masalah seperti engkau memandang langit yang tinggi namun tidak juga jatuh merapat bersama bumi, atau gunung yang merupakan kumpulan batu-batu kecil yang tetap kokoh dan tegar walau badai mengguncang atau apalah yang membuatmu tetap bisa tersenyum walaupun semua orang berpaling darimu.
Saudaraku…, Orang yang berbudi berjuang untuk tujuan yang mulia, orang yang tidak berakhlak berbuat sesuatu demi kepentingan dirinya sendiri tanpa pernah mau berfikir untuk orang lain kecuali terpaksa. Jangan pernah lewatkan masa MUDA ini karena ia tak datang untuk kedua kalinya. Masa MUDA bagaikan sepetak sawah yang bila tidak ditanami dengan bibit yang baik, maka kelak tidak akan bisa dituai hasil yang baik pada hari tua apalagi di akhirat kelak.
Kawan…, hidup memang penuh onak duri, bagai roda terus berputar kadang diatas kadang di bawah. Tapi itulah seni hidup yang hanya dimiliki dan bisa dirasakan oleh mereka yang bermodalkan DUIT (Doa, Usaha, Iman, Tawakkal). Modal yang tak pernah gagal unjuk kebolehan. Karena itu torehkanlah dengan tinta emas untuk meniti perjuangan:
“Siapa lagi kalau bukan saya, kapan lagi kalau bukan sekarang!.
Hidup di dunia hanya sekali mati juga sekali. yang hanya sekali itu tak boleh kubiarkan berlalu tanpa menoreh prestasi lalu menyisakan bekas berupa
amal jari’ah sebanyak-banyaknya”.
Buatmu para aktifis dakwah
Di Bumi Allah, kala waktu terus berlalu
tanpa menoleh kebelakang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar